Setelah segala sesuatunya di Depok sudah settle, kami sekeluarga memutuskan untuk pergi ke Malang, sebelum aku dan Mufti back to office dan Dhevi dan Deana masuk sekolah.
Kami menumpang pesawat Adam Air ke Surabaya. Pesawat sempat ditunda 2 jam dengan alasan pesawatnya lagi dipakai untuk melayani trayek perjalanan yang lain. Hmm, telat kok ya 2 jam. Ga professional banget deh.
Perjalanan Surabaya – Malang sudah berbeda dengan perjalanan yang pernah aku lalui bulan Mei 2006. Luapan lumpur Lapindo menghambat perjalanan kami di ruas jalan tol Porong. Itu menyebabkan si sopir harus mengambil jalan memutar ke kampung2 yang jalanannya sebenarnya hanya cukup untuk 1 mobil. Jadi kalo ada mobil dari arah yang berlawanan, yah, si sopir kudu extra hati2 dan melambatkan laju kendaraan. Alhasil, setelah 2.5jam kami baru sampai di Malang, padahal waktu normalnya cuma 1.5jam.
Haduh, kalo liat perkampungan yang tersulap jadi lautan lumpur, jadi kepikiran ama nasib para penduduk yang dulu tinggal di situ; yang notebene bukan orang2 kaya yang punya banyak pilihan untuk melakukan berbagai hal. Moga2 saja mereka bisa tetap bertahan hidup.
Di Malang, acaranya kebanyakan hanya di rumah Bango 15 aja. Males mau kemana2. Hari pertama ke makam Arwin, mengingatkanku pada kesedihan setahun yang lalu saat kakakku kecelakaan di laut Sendang Biru. Kunjungan ke rumah keluarga hanya kami lakukan ke rumah Om Ali.
Kami sempat juga ke Agro Wisata, tempat wisata di kota Batu yang bisa petik apel sendiri di kebunnya. Tapi ya ampuuun... itu tempat wisata sungguh2 mengecewakan. Secara acara memetik apel adalah komoditas yang dijual, seharusnya komoditas itu dikemas sedemikian rupa semenarik mungkin. Ternyata yang kami dapati hanyalah kebun apel yang berbuah kecil2 dan buat kami sih tidak layak di petik apalagi dimakan. Mau komplen? Halah... di Indonesia gitu lho... paling juga cuma dapet senyuman, ga dianggap masalah serius.
Setelah 8 hari kami menghabiskan waktu di Malang, tiba juga waktunya balik ke Depok. Kami memutuskan memakai penerbangan langsung dari Malang ke Jakarta.
Sehari sebelum pulang, Mas Haris (kakakku) nelfon dan mengabarkan tadi pagi pesawat Sriwijaya Air yang terbang dari Jakarta menuju Malang terpaksa mendarat darurat di Surabaya karena ada kerusakan mesin. Haduh, kok ya perasaanku jadi ga enak ya.
Hari Sabtu (26 January 2008), cuaca di Malang benar2 ga bersahabat. Hujan disertai angin. Sungguh cuaca yang ga nyaman untuk terbang.
Diantar tante Nuning ke Bandara, ternyata belum ada kepastian jam berapa pesawat dari Jakarta akan datang. Alhasil, setelah ditunda selama 2.5jam, pesawat kami alhamdullillah bisa berangkat.
Tetap perasaanku belum nyaman.
Suara mesin pesawat yang kasar, sound system yang hilang muncul sehingga pengumuman dari pramugari harus sering2 diulang (haduh, deg2an kan, sound system-nya aja tidak bisa berfungsi baik, apalagi mesin pesawat), beberapa kali mengalami guncangan di udara, dan landing yang kurang smooth, membuatku amat sangat bersyukur alhamdullillah ketika akhirnya bisa menghirup udara di luar pesawat.
Sepertinya untuk 1 atau 2 tahun ke depan, aku ga mau ke Malang pakai pesawat deh. Moga2 di masa yang akan datang, pelayanannya maskapai penerbangan bisa lebih baik dan tidak membuat jantung berdebar2.
No comments:
Post a Comment